Nasib Buruk Dengan Celengan

04 August 2008

Walaupun selalu bernasib tidak mujur dalam hal menabung, aku selalu terinspirasi untuk menabung.

Kisah 1.
Pertama kali aku punya celengan, kira-kira ketika aku berumur 3 atau 4 tahun (tahun 1991). Celengan itu berbentuk gembok (warna dasarnya hitam, warna kaitnya silver), hadiah dari bapakku. Mungkin pikirnya, "Anakku ini harus diajari menabung, biar nanti jadi orang sukses, seperti Widjojo Nitisastro". Hehehe, jadinya aku punya hobi baru, yaitu menabung.

Setiap kali bapakku mau pergi ke kantor, aku berlari kepadanya sambil bawa celengan dan minta diisi. Biasanya diisikan uang Rp. 100 logam yang jaman dulu masih bergambar wayang. Begitu juga kalau mama pulang dari arisan, biasanya sambil makan kue yang dibawanya, aku bawakan juga celengan supaya diisi. Paling senang kalau kakek, nenek, paman atau tante datang ke rumah, langsung saja ditawari untuk mengisi celengan. Tidak tanggung-tanggung, biasanya mereka memberi Rp. 1000 atau Rp. 500, bahkan pernah memberi uang Rp. 10.000 (pecahan tertinggi waktu itu). Yang paling tidak tahu malu, ketika tamu datang berkunjung, tetap saja aku membawa celengan supaya diisi oleh mereka.

Kisah sedih pun datang ketika adikku, Agustina mengetahuinya. Dia ikut-ikutan meminta uang lalu mengisinya ke celenganku. Sampai suatu saat dia bosan dan menyuruh mamaku memotongnya tanpa sepengetahuanku. Parahnya, mamaku tidak adil, aku cuma dikasih uang Rp. 5000 dari semua tabungan yang kumasukkan ke celengan. Dan itupun kukasih ke mama lagi supaya dijaga. Akhirnya aku pun lupa masalah itu, dan tidak pernah menagih kembali uangku.

Kisah 2
Ketika kami pindah rumah ke Jl. Pelajar Timur No. 138 Medan (waktu aku kelas 2 SD, tahun 1993), bapakku membelikanku sebuah celengan unik. Bentuknya seperti rumah, atapnya berwarna merah, temboknya berwarna putih. Bahkan ada kuncinya, jadi bisa dibongkar lagi kalau perlu uang. Nah, kuncinya kusimpankan kepada mama.

Aku selalu menabung uang Rp. 300 setiap hari (diberi bapakku sebagai ongkos, uang jajan, dan tabungan). Termasuk uang-uang yang diberi keluargaku yang lain, juga kumasukkan ke sana. Celengan itu kusembunyikan di lemari pakaian mama, di tempat yang paling tinggi, dimana aku harus memanjatnya untuk dapat meraihnya. Namun naas datang lagi, adikku mengetahui letak kunci dan celenganku, dan membongkarnya hingga tak bersisa. Setelah itu, celengan itu kulempar sampai rusak, yah karena emosi.

Kisah 3
Ketika aku kelas 5 SD (tahun 1996), bapakku kembali membelikanku celengan besar, berbentuk kendi, terbuat dari tanah liat. Celengan itu berat sekali dan selalu kuletakkan di ruang tamu. Tiap hari aku menabung, lalu kugoyang-goyangkan agar gemerincing uang di dalamnya terdengar. Sampai di suatu ketika ketika aku pulang sekolah, celengan itu tidak di sana lagi. Kutanya ke mama, jawabnya, "Tadi celenganmu jatuh dan pecah, uangnya mama simpan saja yah, nanti mama buatkan rekening di Bank". Senang sekali rasanya bisa punya rekening di Bank

Kisah 4
Naik kelas 6 SD (tahun 1997), ketika jalan-jalan di pasar, aku melihat celengan plastik lucu, berbentuk ayam, berwarna merah hati. Kubeli dengan harga Rp. 300 dan kusimpan di kamarku. Sebenarnya pintu kamarku selalu tertutup, sehingga jarang ada yang masuk ke kamar dan mengetahui keberadaan celengan ini. Seperti biasa, aku tidak pernah jajan dan selalu memasukkan semua uang yang kupunya ke celenganku.

Sampai suatu kala di tahun 1998, ketika aku pulang dari liburan dari jakarta bersama keluarga tanteku selama sebulan, aku melihat leher ayam itu telah ter"gorok" hingga hampir putus. Setelah kuselidiki, ternyata adikku yang melakukannya. Aku marah-marah kepada mama, tapi mamaku bilang, "Ya sudahlah, kan masih ada rekening yang di Bank BUKOPIN".

Kisah 5
Rekening yang dulu dibuatkan oleh mama di Bank BUKOPIN tertulis atas nama Manaksak Kristina co Wijoyo Batara (tahun 1996). Dengan bangganya selalu kuceritakan ke teman-teman SD-SMPku, bahwa aku sudah punya rekening sendiri. Seluruh uang yang kupunya kutabung ke sana, ya kutitipkan ke mamaku agar dimasukkan. Senang sekali rasanya menghitung uangku bertambah sedikit-demi sedikit karena adanya bunga bank. Sampai-sampai aku hitung-hitung uangku akan menjadi puluhan juta dengan bunga bank selama 50 tahun.

Hahaha...kami sekeluarga pun berlomba-lomba mengisi uang di bank, pemenangnya tetap kakakku, Tumiur Kristanta dan Parinsan Kristanti. Karena biasanya dia juara kelas, dan selalu mendapat banyak uang ketika pembagian raport. Oya, setiap bagi raport, ayahku biasa memberikan uang Rp. 10.000 untuk angka 9, Rp. 5000 untuk angka 8 dan Rp. 1000 untuk angka 7.

Suatu saat kakakku (Parinsan Kristanti) didiagnosa kanker darah (baca: Perjuangan Melawan Ganasnya Kanker Darah). Aku ingat, saat-saat itu banyak barang yang dijual. Mulai dari mobil (2 dari 3 mobil dijual), rumah kelahiranku di sibolga, beberapa bidang tanah, SEMUA perhiasan mamaku, termasuk semua deposito pun dicairkan. Mungkin karena masih kekurangan biaya pengobatan, tanpa kusadari ternyata semua rekening kami ditutup. Aku baru menyadarinya ketika sudah kelas 2 SMA (tahun 2002), dan menerima alasan yang dikatakan mamaku.

Ya sudahlah, mungkin aku belum ditakdirkan punya tabungan/celengan...
Tapi aku masih tetap berharap jadi orang se-sukses Widjojo Nitisastro

8 orang memberi komentar:

Anonymous said...

dikirain nabung di perut....

hehehehe.....

celengan perut maksudnya....

Anonymous said...

hoho...
emang nabung itu banyak manfaatnya..
tp diriku msaih blm bs nabung ey..
boros.. hehehe..
patut ditiru nih,,

Anonymous said...

uihh keren juga ya dah diajarin nabung dari kecil..

*ademu itu kok puarrrah ya... :P

Wijoyo Simanjuntak said...

@bagusrully:
ditabung di perut dalam bentuk makanan, hehehe

@rizkiariefandi:
semoga juga menjadi inspirasi bagi banyak orang

@bagjapatria:
hehehe, masalahnya aku kadang lebih parah, sering "merampas" uang dia juga, hehehe...ah, lagian waktu itu juga masih anak-anak, rasa ego ingin memiliki itu pasti besar...

Anonymous said...

gue selalu bermasalah dengan yang namanya nabung karena emang gue bukan tipe orang yang bisa nabung

Wijoyo Simanjuntak said...

@bluestocking:
belajar dikit-dikit aja lho...ntar klo dah nikah bisa berabe dompet RT...hehehe

Anonymous said...

tragis bgt kisah lo joy....
tp lo tetp jd kakak yg baek kok buat adek lo....
gpp, justru krn itu, lo jd kangen kan ampe menuliskannya di blog ni... :D

Wijoyo Simanjuntak said...

@ephwan:
mgkn lebih cocok menginspirasikan orang lain agar gemar menabung daripada menonjolkan sisi tragisnya, iya kan :)
iya niy...kangen banget sama adikku...