Harga dari Peperangan

02 August 2008

Akhir-akhir ini aku berpikir tentang mereka yang pilihan hidupnya berbeda denganku. Mereka yang memilih untuk menjadi pengemis, membunuh anaknya, menjadi pelacur, gay, lesbian, transgender, mencuri, membunuh, merampok.

Saat ini aku tahu, mana yang benar dan mana yang tidak benar. Aku tidak bilang bahwa pilihan mereka benar, tapi aku juga tidak bisa bilang bahwa pilihan mereka itu tidak benar, karena ini semua cuma berdasarkan sisi pandang subjektifku.

Satu hal yang aku coba hargai dari mereka adalah proses pemilihan itu. Aku sadar tidak akan mudah untuk memilih menjadi gay atau lesbi, selalu ada peperangan besar dalam batin mereka. Terlepas dari hasilnya, mereka telah melewati sesuatu yang berat. Itu yang aku coba hargai.

Tak akan pernah mudah untuk menghilangkan sebuah nyawa..

Tak akan pernah mudah untuk mencintai orang yang salah..

Tak akan pernah mudah untuk mengganti jenis kelamin..

Tak akan pernah mudah untuk melepas keperawanan..

dan

Tak akan pernah mudah untuk memalingkan telinga..

Tapi satu hal yang pasti, ada alasannya sampai akhirnya mereka memilih itu. Pilihan mereka itu telah membuat status baru dalam hidup mereka, yang lebih dipandang dan lebih dihina. Betapa berat mereka harus memilih, menimbang-nimbang, pasti banyak tangisan dan mengorbankan banyak hal.

Aku akan mencoba mempelajari jalan pikiran mereka. Aku tahu mereka menjalani hidup ini dengan berat. Tapi satu hal lagi, walaupun mereka dicemooh ataupun telah membunuh, mereka tetap tidak membunuh diri sendiri.

Aku menghargai perang yang terjadi di diri mereka.

7 orang memberi komentar:

Anonymous said...

perang akal sehat vs. mimpi. who will be the winner?

Anonymous said...

buat lo, pilhan kayak gmn yang lo pilih ?!?!
mau hidup seperti pa nih nantinya ?!?!
kan umur nggak da yang tau yak ...keep spirit :D

Petra Barus said...

yah, rada susah sih, kalo kita disuruh berempati sama mereka.

Ucing! said...

setuju sama komen ketiga! kan kalo kayak ryan gitu serem.. (huu, uci sok ngerti :P)

Wijoyo Simanjuntak said...

@taruma:
seharusnya akal sehat

@ephwan:
hidup normal...tanpa mengikuti mereka yang ku"hargai" keputusannya, itulah liberalisme

@petra barus:
memang awalnya susah, tapi mengingat mereka juga manusia yang mampu "beradaptasi", sudah selayaknya mereka diberi kesempatan untuk berubah dan memiliki hidup baru, itu pun seandainya mereka "mau"

@ucii autish:
masalah hukum harus tetap ditegakkan, beri kesempatan kepada mereka menyadari apa yang dipilih dan beri juga kesempatan buat mereka "jikalau" mereka mau berubah. kan, kasus ryan cuma bermotif ekonomi :)

Yessi Pratiwi Surya Budhi said...

Semuanya adalah masalah pilihan..

dan kesempatan. Bukan begitu, Joyo? :)

Wijoyo Simanjuntak said...

@yessi pratiwi surya budhi:
bener sekali, semua orang yang pernah melakukan kesalahan berhak mendapat kesempatan untuk memperbaiki dirinya