Langkah di Persimpangan

26 August 2009

memang sulit jika sedang ada di persimpangan..
bersalah untuk melangkah ke depan tapi juga berat untuk melangkah ke belakang..
apa yang bisa kita lakukan sekarang memang hanya mengikuti arus yang ada..
bukan karena kita ingin.. tapi memang cuma itu yang bisa dilakukan..
disini kita cuma tidak diberi izin untuk mengungkapkannya..

jangan menantang..
jangan tetap keras..
jangan bertahan untuk menangkat kepala..
percaya.. kita tak akan sanggup

jika dia bukan jawabannya.. dia akan perlahan-lahan menghilang..
dan saat itu kita akan jatuh dan terbungkuk..

hingga masih bisa aku meraih dirinya.. pasti akan kuraih..
sebisa mungkin akan kuraih

andaikan kudapat mengungkapkan perasaanku
hingga membuat kau percaya
akan kuberikan seutuhnya rasa cintaku
selamanya.. selamanya...

100 hari cinta

12 August 2009


Peter dan Tina sedang duduk bersama di taman kampus tanpa melakukan
apapun, hanya memandang langit sementara sahabat-sahabat mereka sedang asik bercanda ria dengan kekasih mereka masing-masing.

Tina: “Duh bosen banget. Aku harap aku juga punya pacar yang bisa berbagi
waktu denganku.”

Peter: “kayaknya cuma tinggal kita berdua deh yang jomblo. cuma kita
berdua saja yang tidak punya pasangan sekarang.” (keduanya mengeluh dan berdiam beberapa saat)

Tina: “Kayaknya aku ada ide bagus deh. kita adakan permainan yuk?”
Peter: “Eh? permainan apaan?”
Tina: “Eng… gampang sih permainannya. Kamu jadi pacarku dan aku jadipacarmu tapi hanya untuk 100 hari saja. gimana menurutmu?”

Peter: “baiklah… lagian aku juga gada rencana apa-apa untuk beberapa
bulan ke depan.”

Tina: “Kok kayaknya kamu gak terlalu niat ya… semangat dong! hari ini
akan jadi hari pertama kita kencan. Mau jalan-jalan kemana nih?”

Peter: “Gimana kalo kita nonton saja? Kalo gak salah film The Troy lagi
maen deh. katanya film itu bagus”

Tina: “OK dech…. Yuk kita pergi sekarang. tar pulang nonton kita ke
karaoke ya…ajak aja adik kamu sama pacarnya biar seru.”

Peter : “Boleh juga…”
(mereka pun pergi nonton, berkaraoke dan Peter mengantarkan Tina pulang
malam harinya)

Hari ke 2:
Peter dan Tina menghabiskan waktu untuk ngobrol dan bercanda di kafe,
suasana kafe yang remang-remang dan alunan musik yang syahdu membawa hati
mereka pada situasi yang romantis. Sebelum pulang Peter membeli sebuah
kalung perak berliontin bintang untuk Tina.

Hari ke 3:
Mereka pergi ke pusat perbelanjaan untuk mencari kado untuk seorang
sahabat Peter.
Setelah lelah berkeliling pusat perbelanjaan, mereka memutuskan membeli sebuah miniatur mobil mini. Setelah itu mereka beristirahat duduk di foodcourt, makan satu potong kue dan satu gelas jus berdua dan mulai
berpegangan tangan untuk pertama kalinya.

Hari ke 7:
Bermain bowling dengan teman-teman Peter.
Tangan tina terasa sakit karena tidak pernah bermain bowling sebelumnya.
Peter memijit-mijit tangan Tina dengan lembut.

Hari ke 25:
Peter mengajak Tina makan malam di Ancol Bay.
Bulan sudah menampakan diri, langit yang cerah menghamparkan ribuan
bintang dalam pelukannya.
Mereka duduk menunggu makanan, sambil menikmati suara desir angin berpadu
dengan suara gelombang bergulung di pantai. Sekali lagi Tina memandang
langit, dan melihat bintang jatuh.
Dia mengucapkan suatu permintaan dalam hatinya.

Hari ke 41:
Peter berulang tahun. Tina membuatkan kue ulang tahun untuk Peter.
Bukan kue buatannya yang pertama, tapi kasih sayang yang mulai timbul
dalam hatinya membuat kue buatannya itu menjadi yang terbaik. Peter
terharu menerima kue itu, dan dia mengucapkan suatu harapan saat meniup
lilin ulang tahunnya.

Hari ke 67:
Menghabiskan waktu di Dufan. Naik halilintar, makan es krim bersama,dan
mengunjungi stand permainan. Peter menghadiahkan sebuah boneka teddy bear
untuk Tina, dan Tina membelikan sebuah pulpen untuk Peter.

Hari ke 72:
Pergi Ke PRJ. Melihat meriahnya pameran lampion dari negeri China.
Tina penasaran untuk mengunjungi salah satu tenda peramal.
Sang peramal hanya mengatakan “Hargai waktumu bersamanya mulai sekarang”
kemudian peramal itu meneteskan air mata.

Hari ke 84:
Peter mengusulkan agar mereka refreshing ke pantai.
Pantai Anyer sangat sepi karena bukan waktunya liburan bagi orang lain.
Mereka melepaskan sandal dan berjalan sepanjang pantai sambil berpegangan
tangan,merasakan lembutnya pasir dan dinginnya air laut menghempas kaki mereka. Matahari terbenam, dan mereka berpelukan seakan tidak ingin berpisah
lagi.

Hari ke 99:
Peter memutuskan agar mereka menjalani hari ini dengan santai dan
sederhana.
Mereka berkeliling kota dan akhirnya duduk di sebuah taman kota.

15:20 pm
Tina: “Aku haus. Istirahat dulu yuk sebentar. “
Peter: “Tunggu disini, aku beli minuman dulu. Aku mau teh botol saja.
Kamu mau minum apa?”
Tina: “Aku saja yang beli. kamu kan capek sudah menyetir keliling kota
hari ini. Sebentar ya”
Peter mengangguk. kakinya memang pegal sekali karena dimana-mana Jakarta
selalu macet.

15:30 pm
Peter sudah menunggu selama 10 menit and Tina belum kembali juga.
Tiba-tiba seseorang yang tak dikenal berlari menghampirinya dengan wajah
panik.
Peter : “Ada apa pak?”
Orang asing: “Ada seorang perempuan ditabrak mobil. Kayaknya perempuan
itu adalah temanmu”
Peter segera berlari bersama dengan orang asing itu.
Disana, di atas aspal yang panas terjemur terik matahari siang,tergeletak
tubuh Tina bersimbah darah, masih memegang botol minumannya.
Peter segera melarikan mobilnya membawa Tina ke rumah sakit terdekat.
Peter duduk diluar ruang gawat darurat selama 8 jam 10 menit.
Seorang dokter keluar dengan wajah penuh penyesalan.

23:53 pm
Dokter: “Maaf, tapi kami sudah mencoba melakukan yang terbaik.
Dia masih bernafas sekarang tapi Yang kuasa akan segera menjemput.
Kami menemukan surat ini dalam kantung bajunya.”
Dokter memberikan surat yang terkena percikan darah kepada Peter dan dia
segera masuk ke dalam kamar rawat untuk melihat Tina. Wajahnya pucat
tetapi terlihat damai.
Peter duduk disamping pembaringan tina dan menggenggam tangan Tina dengan
erat.
Untuk pertama kali dalam hidupnya Peter merasakan torehan luka yang
sangat dalam di hatinya.
Butiran air mata mengalir dari kedua belah matanya.
Kemudian dia mulai membaca surat yang telah ditulis Tina untuknya.

Dear Peter…
ke 100 hari kita sudah hampir berakhir. Aku menikmati hari-hari yang kulalui bersamamu.
Walaupun kadang-kadang kamu jutek dan tidak bisa ditebak,tapi semua hal ini telah membawa kebahagiaan dalam hidupku.
Aku sudah menyadari bahwa kau adalah pria yang berharga dalam hidupku.
Aku menyesal tidak pernah berusaha untuk mengenalmu lebih dalam lagi
sebelumnya.
Sekarang aku tidak meminta apa-apa, hanya berharap kita bisa memperpanjang hari-hari kebersamaan kita. Sama seperti yang kuucapkan pada bintang jatuh malam itu di pantai,Aku ingin kau menjadi cinta sejati dalam hidupku. Aku ingin menjadi kekasihmu selamanya dan berharap kau juga bisa berada disisiku seumur hidupku. Peter, aku sangat sayang padamu.

23:58
Peter: “Tina, apakah kau tahu harapan apa yang kuucapkan dalam hati saat
meniup lilin ulang tahunku?
Aku pun berdoa agar Tuhan mengijinkan kita bersama-sama selamanya.
Tina, kau tidak bisa meninggalkanku! hari yang kita lalui baru berjumlah
99 hari! Kamu harus bangun dan kita akan melewati puluhan ribu hari bersama-sama! Aku juga sayang padamu, Tina. Jangan tinggalkan aku, jangan biarkan aku kesepian!
Tina, Aku sayang kamu…!”

Jam dinding berdentang 12 kali…. jantung Tina berhenti berdetak.
Hari itu adalah hari ke 100…

PS:
Katakan perasaanmu pada orang yang kau sayangi sebelum terlambat.
Kau tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi besok.
Kau tidak akan pernah tahu siapa yang akan meninggalkanmu dan tidak akan
pernah kembali lagi.

kebohongan-kebohongan itu

05 August 2009

Apakah anda pernah berbohong? Bagaimana perasaan anda ketika anda berbohong? Atau, bagaimana perasaan anda ketika anda dibohongi? Ketiga pertanyaan ini selalu melintas di benak saya selama 2 bulan belakangan ini.

Saya pernah berbohong, berbohong pada orang tua, saudara kandung, teman, bahkan pada diri sendiri. Perasaan saya ketika saya berbohong adalah takut dan ingin menutupi kebohongan tersebut. Sedangkan perasaan saya ketika dibohongi adalah kecewa dan marah, mungkin lebih tepatnya kecewa yang mendalam.

Sebenarnya kebohongan tidak akan perlu terjadi apabila ada kedekatan antara pelaku kebohongan dengan objek yang dibohongi, karena setiap pengakuan akan ditanggapi dengan lebih cermat. Sama seperti kita melakukan dosa, kita harus mengakuinya kepada Tuhan. Jika tidak, berarti kita melakukan kebohongan kepada Tuhan.

Dulu, saya pernah melakukan dua hal yang mirip. Suatu hari saya memecahkan sebuah piring, lalu segera saya bersihkan dan buang pecahannya di tempat sampah tanpa mengakui hal ini kepada ibu saya. Entah bagaimana caranya, ibu saya mengetahui hal tersebut dan menanyakannya kepada saya. Namun saya menyangkalnya, sehingga Ibu marah kepada saya. Ibu tahu tentang hal ini dari adik saya dan tentu saja ingin menguji kejujuran saya. Lain halnya dengan ketika saya memecahkan vas bunga di halaman rumah. Saat itu saya segera menemui ibu saya dan mengakui kelalaian saya dan ternyata ibu cuma berkata "kamu ga luka kan? ya sudah, ambil sapu dari dalam rumah dan bersihkan pecahannya".

Ada perbedaan diantara kedua kejadian tersebut. Antara sebuah kesalahan dilanjutkan dengan pengakuan dibandingkan dengan kesalahan yang dilanjutkan dengan kebohongan. Yang jelas, keduanya antara objek yang sama, saya dan ibu saya. Kondisinya adalah, ibu saya mencintai saya. Perbedaannya adalah efek dari pengakuan/kebohongan. Pengakuan memberi efek positif, sedangkan kebohongan memberikan hasil sebaliknya.

Sekitar 2 bulan yang lalu, saya juga dibohongi oleh seorang yang sangat-sangat-sangat saya sayangi. Saya mengasihi dia setulus hati dan saya berharap banyak pada hubungan kami pada saat itu. Kebohongan itu memberikan dampak yang luar biasa negatif kepada diri saya, dan seharusnya tidak seperti itu apabila dari awal "kejadian" sudah dikomunikasikan dengan baik.

Sebenarnya dari awal mula terjadinya hal tersebut, saya sudah menyadari adanya perbedaan psikologi dalam dirinya. Mulai dari ogah-ogahan mengangkat telepon, jarang membalas sms, tidak perhatian seperti dulu, dan hal-hal aneh lainnya. Sampai kebohongan itu terbongkar, dan pengakuan tetap tidak terucap dengan lugas. Tidak hanya itu, setelah itu pun dia tidak bisa dihubungi lagi. Dan benar, saya merasa ditinggalkan sendiri. Dia bebas tertawa dan bersenang-senang dengan teman-teman dan "teman"nya, sedangkan aku meratapi nasib akibat kekacauan semesta. Memang, kekacauan semesta adalah tanggung jawabku sebagai penguasa semesta alam pikiranku.

Mari kita berandai-andai. Seandainya dia mengungkapkan permasalahan itu dari awal (seperti yang kukatakan/kusms ke dia tgl 15 Mei lalu), mungkin hal ini tidak perlu terjadi. Seandainya tanggal 6 Juni aku tidak menelponnya, mungkin aku tidak perlu mendengar suara "teman"nya itu. Seandainya tanggal 10 juni aku tidak membuka emailnya, mungkin aku tidak perlu melihat foto mereka. Seandainya tanggal 12 juni aku tidak menghidupkan ponsel, mungkin aku tidak perlu mengecewakan kedua orangtuaku. Seandainya 29 oktober tahun lalu aku tidak menelponnya dan tidak membalas smsnya, mungkin aku masih bla-bla-bla. Sendainya tahun 2004 lalu aku tidak memintanya menungguku, mungkin aku akan...............STOP! terlalu banyak berandai-andai. Satu yang pasti, aku masih menyayanginya sampai saat ini.

Satu kalimat penutup pembicaraan kami 17 Juli yang lalu, "Kalau dirimu sudah selesai bermain-main, kembalilah padaku ya, Dek"

Berat rasanya memaafkan, tapi Tuhan telah lebih dahulu memaafkan semua kesalahanku.
Aku memaafkanmu dan setia menantimu di sini.